Sejarah Perkeretaapian Indonesia
Munculnya kereta api Indonesia diawali dengan adanya pembangunan jalur kereta api pada tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele di desa Kemijen, Semarang. Pembangunan kereta api tersebut diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” atau NV.NISM dan dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju ke desa Tanggung.
Rel tersebut dibangun sepanjang 26 km dan lebar kereta api 1435 mm dan berhasil sehingga pembangunan dilanjutkan kembali dengan menghubungkan kota Semarang dan Surakarta sepanjang 110 km. Atas keberhasilan itu, para investor pun juga ikut-ikutan untuk membangun jalur kereta api di berbagai daerah. Mulai tahun 1864 hingga tahun 1900 adalah tahun-tahun di mana jumlah rel kereta api yang dibangun meningkat pesat.
Pembangunan kereta api tidak hanya dilakukan di sekitar Pulau Jawa, namun juga di luar Jawa juga terjadi pembangunan kereta api besar-besaran. Misalnya seperti di Aceh pada tahun 1874, Sumatera Utara pada tahun 1886, Sumatera Barat pada tahun 1891, Sumatera Selatan pada tahun 1914, dan di Sulawesi pada tahun 1922. Bahkan di Kalimantan, Bali dan Lombok pun juga dibangun beberapa jalur kereta api meski tidak sepanjang yang dibangun di Pulau Jawa.
Pada tahun 1939, panjang jalur kereta api di Indonesia telah mencapai 6.811 km, namun pada tahun 1950 panjangnya berkurang 901 km. Hal itu disebabkan karena ada pembongkaran rel kereta api pada masa pendudukan Jepang untuk pembangunan jalur kereta api di Burma sehingga jalur kereta api yang tersisa hanya sepanjang 5.901 km. Jenis rel kereta api di Indonesia pun dibagi menjadi 3 macam berdasarkan lebar kereta apinya, ada yang 1.067 mm, 750 mm, dan ada pula yang 600 mm.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, beberapa karyawan KA yang tergabung dalam AMKA atau Angkatan Moeda Kereta Api mulai mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Para anggota AMKA menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945, kekuasaan perkeretaapian telah berada di tangan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menjadi dasar untuk ditetapkannya tanggal 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api Indonesia, serta dibentuknya DKARI atau Djawatan Kereta Api Republik Indonesia.
Pembangunan kereta api tidak hanya dilakukan di sekitar Pulau Jawa, namun juga di luar Jawa juga terjadi pembangunan kereta api besar-besaran. Misalnya seperti di Aceh pada tahun 1874, Sumatera Utara pada tahun 1886, Sumatera Barat pada tahun 1891, Sumatera Selatan pada tahun 1914, dan di Sulawesi pada tahun 1922. Bahkan di Kalimantan, Bali dan Lombok pun juga dibangun beberapa jalur kereta api meski tidak sepanjang yang dibangun di Pulau Jawa.
Pada tahun 1939, panjang jalur kereta api di Indonesia telah mencapai 6.811 km, namun pada tahun 1950 panjangnya berkurang 901 km. Hal itu disebabkan karena ada pembongkaran rel kereta api pada masa pendudukan Jepang untuk pembangunan jalur kereta api di Burma sehingga jalur kereta api yang tersisa hanya sepanjang 5.901 km. Jenis rel kereta api di Indonesia pun dibagi menjadi 3 macam berdasarkan lebar kereta apinya, ada yang 1.067 mm, 750 mm, dan ada pula yang 600 mm.