Penasihat Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Suryo Prabowo mengatakan, kejanggalan di Papua terlihat dari perbandingan antara data daftar pemilih tetap (DPT) versi KPU dengan jumlah penduduk Biro Pusat Statistik (BPS).
Menurutnya, DPT KPU Papua sebanyak 3.028.568 (http://data.kpu.go.id/dptnik.php). Sementara data survei penduduk versi BPS sebesar 3.091.040 (http://papua.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=08001). Data keduanya diambil pada saat yang hampir sama yaitu 2013-2014.
"Modus ini kasus terbaru kami temukan dalam bentuk kejanggalan yang sangat serius di Papua," kata Suryo.
Ia menjelaskan, data BPS adalah jumlah penduduk total, termasuk bayi dan anak kecil. Sementara DPT adalah warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah. Terlihat bahwa angka selisih sangat kecil yaitu hanya dua persen, yaitu sekitar 16.864 orang.
"Apa masuk akal, kalau di Papua, orang yang umurnya di bawah 17 tahun hanya 2% dari masyarakat?" kata Suryo.
Secara teori, kata Suryo, data DPT itu sekitar 70% dari total jumlah penduduk. Hal itu sesuai dengan struktur demografi masyarakat.
"Secara teori jumlah DPT di Papua hanya 2,1 juta jiwa. Atau terjadi penggelembungan sebanyak hampir satu juta suara," jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Suryo, terlihat bahwa kecurangan yang dilakukan KPU dengan menggelembungkan DPT sejak awal. Bahkan sejak pencoblosan pilpres belum dilakukan.
"Keputusan yang dikeluarkan KPU terkait pemenang pilpres cacat sejak lahir. Upaya ini jelas menunjukkan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, masif, dan sistematis," tegasnya.
Selain itu, tambah dia, terdapat 14 dari 29 kab/kota di Provinsi Papua atau 48,3% kab/kota sama sekali tidak menyelenggaralan pilpres.
"Ini sudah diprotes oleh para saksi saat pleno tingkat Provinsi Papua. Namun tidak mendapat respon dari KPU pusat," jelasnya.
KPU pusat menyebutkan hasil perolehan suara pasangan nomor satu Prabowo-Hatta 769.132 suara. Sementara pasangan nomor dua Jokowi-Jusuf Kalla (JK) sebesar 2.026.735 suara dengan total suara 2.795.867 suara atau 91,8%.
"Ini sangat fantastis karena tingkat partisipasinya yang 90% itu jauh di atas nasional yang 70%," kata Suryo.
Menurutnya, data ini semakin menguatkan dugaan adanya kecurangan yang dilakukan oleh KPU. Selain itu, dugaan kecurangan juga terjadi di 5.802 TPS di DKI, namun rekomendasi Bawaslu tidak dilaksanakan KPU.
"Dua kecurangan besar di dua provinsi ini saja sudah membuktikan kalau pilpres 2014 tidak jujur dan cacat hukum. Karena itu, demi demokrasi dan rakyat Indonesia yang layak menerima pemilu yang jujur, kami minta pemungutan suara diulang," tandas Suryo.
Sumber : INILAH.com